Reporter : Al Amin | Kamis, 27 Agustus 2015 19:12
Haryo Aswicahyono. ©2015 Merdeka.com
Merdeka.com - Peneliti senior Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Haryo Aswicahyono pernah menganalisis situasi ekonomi pada 2015. Ternyata analisisnya tepat dan terjadi pada tahun ini.
Dalam analisisnya, Haryo menuliskan pemerintahan Presiden Joko Widodo mewarisi kerentanan ekonomi. Apa penyebabnya?
Haryo menulis analisisnya dalam akun Facebook-nya pada 24 Agustus 2014. Dia menulis, stabilitas ekonomi pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diakibatkan dua fakta. Pertama, Indonesia menerima apa yang disebutnya sebagai boom komoditas, dan yang kedua, Indonesia menikmati derasnya aliran modal asing yang masuk ke dalam negeri, atau disebut sebagai limpahan Quantitative Easing (QE).
Berikut ini analisis lengkap Haryo Aswicahyono yang ditulis 24 Agustus 2014 lalu dan terbukti sekarang ini:
Sebetulnya prestasi SBY 5 tahun belakangan ini tidak hebat2 amat karena 2 fakta berikut ini:
1. Indonesia menerima rejeki nomplok boom komoditas
2. Indonesia menikmati rejeki nomplok aliran modal masuk yang deras karena limpahan Quantitative Easing (QE) US
di balik dua keberuntungan ini ... tersimpan beberapa kerentanan struktural
a. Defisit Neraca Perdagangan (terutama karena impor minyak/overconsumption karena subsidi BBM, dan melemahnya daya saing sektor riil)
b. Defisit Fiskal yang makin membengkak mendekati batas 3% yang diijinkan UU (juga karena subsidi BBM)
c. Mengeringnya likuiditas perbankan (deposit naik perlahan, kredit naik pesat)
d. Menurunnya daya saing sektor riil
Boom komoditas sudah berakhir, sementara QE diperkirakan akan berakhir 2015. Ke depan Jokowi-JK mewarisi ekonomi yang memiliki banyak kerentanan yang lima tahun belakangan tertutup 2 rejeki nomplok tersebut di atas
Apa saja agenda prioritas bangsa, pemerintah, DPR, perusahaan, masyarakat?
1. segera membereskan UU dan protokol untuk mengambil langkah2 jika terjadi krisis (UU JPSK), sehingga jika terjadi krisis, pemerintah dan BI berani mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi krisis
2. Mencabut subsidi BBM untuk sekaligus mengurangi tekanan neraca perdagangan dan mengoptimalkan APBN
3. Memperbaiki daya saing sektor riil
ini semua agenda lama yang tercecer karena Indonesia terbuai dua rejeki nomplok di atas. Lima tahun ke depan pemerintah akan sibuk menambal kelemahan struktural tersebut.
Saat disinggung soal analisanya, yang oleh sebagian netizen dianggap tepat, Haryo mengatakan jika hal tersebut memang dapat dianalisa.
"Tidak saya saja, semua peneliti ekonomi juga bisa menganalisa situasi ini," ujarnya saat dihubungi merdeka.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar